Dik, Aku Pergi Dulu…

28 01 2008

Dik, aku pergi dulu
Panjang jalan yang telah kita tempuh
Bukanlah jalan mulus-lurus
Tapi semangkin aku menapaki tiap ruasnya
Aku semangkin melihat nur yang silaukan mata
Kakiku sudah terayun

Read the rest of this entry »





Membidik yang salah atau salah membidik?

25 01 2008

Isi salah satu surat pembaca pada halaman awal Berita Oikoumene edisi November 2007 cukup mengejutkan saya. Saya tidak mengutipnya secara langsung di sini, tetapi intinya ialah sang penulis surat itu menganjurkan agar umat Kristen “mewaspadai” beberapa gereja yang disinyalir beraliran sesat di beberapa wilayah Jakarta. Bukan itu saja, malah lembaga-lembaga gerejawi (mungkin yang dimaksud: PGI[?]) diminta untuk mengeluarkan semacam “fatwa” mengenai aliran-aliran sesat dalam kekristenan.

Read the rest of this entry »





Daniel Sahuleka: The Legend

21 01 2008

 

Ada setitik penyesalan karena ketika Daniel Sahuleka manggung di Assembly 3 Jakarta Convention Center, pada hari kedua Java Jazz Festival (JJF) 2006, Sabtu (4/3), saya sedang berada jauh dari Jakarta. Saya dan Daniel Sahuleka memang tidak ada hubungan saudara apa pun. Jika toh ada yang bisa dikait-kaitkan paling-paling hanya karena kami berdua punya latar belakang “Maluku”. Pengaitan itu pun berjarak karena saya “Maluku” di Indonesia dan Daniel Sahuleka adalah “Maluku” di Belanda. Bertemu pun hanya sekali. Tetapi justru pertemuan yang sekali itu memberi kesan mendalam tentang sosok Daniel Sahuleka.

Read the rest of this entry »





Avatar

17 01 2008



Anak kami, Kainalu, kepincut berat dengan film animasi “Avatar”. Hampir setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah (TK) dia selalu memaksa untuk nonton filmnya sampai selesai. Akibatnya, dia selalu terlambat ke sekolah. Yah, susahnya film anak-anak diputar sepagi itu. Semula kami merasa berat dengan kebiasaan nonton film itu, tetapi kami juga terdorong rasa ingin tahu apa sebenarnya yang diceritakan di film itu. Beberapa kali kami menyempatkan diri untuk menontonnya. Wow, ternyata film animasi Avatar itu sarat dengan ajaran-ajaran kebijaksanaan Timur yang dikemas dengan sangat baik. Read the rest of this entry »





Part 2 – Church and Religious Conflict: Some Experiences of Theological Reflection during Years of Riots in Maluku

16 01 2008

Conflict and Forgotten Problems of Cultural Dispute

It is as simple as everyone shrinking their own theological reflections. Moreover, conflict occurs when one experiences the clash between the inner self that is influenced by religious reflection and reality. So I will attempt to provide a pattern that Maluku Christians (who are involved in the battle) can use to construct their theological reflections contextually. Unfortunately, these reflections are often challenged by ‘official’ interpretations of biblical text by church leaders or priests. During the conflict and crucial situations, some theological questions arose over the Christian point of view and attitude from below. Read the rest of this entry »





Part 1 – Church and Religious Conflict: Some Experiences of Theological Reflection during Years of Riots in Maluku

15 01 2008

Introduction[1]

Conflict is not a new experience within inter-religious relationship in our world. Throughout the history of humanity we have seen and experienced how religions play a vital role, explicitly or implicitly, in many international conflicts in various parts of the world. Such conflict often emerges from a particular interpretation of holy texts: people claim that the texts are revealed by God and, thus, unquestionably contain authoritative truth. Read the rest of this entry »





Mencari yang tersentuh dan bebas: Teologi [Kristen] Feminis Indonesia Pasca Marianne Katoppo

9 01 2008

Tanggal 12 Oktober 2007 pukul 20:23 saya menerima layanan pesan singkat (sms) dari istri saya – Pdt. Nancy Souisa – yang sedang bertugas di Papua. Isi sms-nya: “Bung,ibu Mariane Katopo meninggal”. Sungguh, saya terkejut. Betapa tidak, beberapa minggu sebelumnya saya dan istri saya terus-menerus mendiskusikan Marianne Katoppo (MK). Diskusi itu berkaitan dengan rencana Perhimpunan Sekolah-sekolah Teologi di Indonesia (PERSETIA) – lembaga tempat istri saya mengabdi – yang bekerja sama dengan Penerbit Aksara Karunia menyelenggarakan acara peluncuran buku MK “Tersentuh dan Bebas: Teologi Seorang Perempuan Asia”. Read the rest of this entry »





Diskusi dengan Albert Siagian

7 01 2008

Percakapan berikut ini merupakan obrolan ringan tapi serius dengan rekan Albert Siagian melalui fasilitas yahoo messenger pada Rabu, 26 September 2007. Formatnya sengaja saya tampilkan apa adanya hanya untuk menampilkan otentisitas diskusi maya tersebut.

Albert Doel: bung, sy ada pertanyaan nih….lagi sibuk gak?

Steve Gaspersz: SI-lakan dige-BUK

Steve Gaspersz: tanya apa tuh bang?

Albert Doel: ada pertanyaan menggelitik nih….dr hasil perbincangan dgn bbrp tmn2 ttp blm ketemu konteks teologinya yg tepat…

Albert Doel: dlm keselamatan kita, bisa gak keselamatan itu hilang?

Albert Doel: mnrt sbagian org kristen, ada yg bilang bisa hilang ada yang bilang gak bisa hilang……..smua dgn argumen teologinya…

Albert Doel: agak serius nih….

Steve Gaspersz: wah ini mah pertanyaan yang bisa menghabiskan seluruh kalori dan protein yang tadi udah masuk waktu makan siang….hehehe

Steve Gaspersz: baru baca pertanyaannya aja langsung laper lagi neh bang…

Albert Doel: atau kita diskusi pas sabtu aja ya….

Albert Doel: sbab ada pertanyaan lanjutannya setelah itu…..

Albert Doel: adakah bgn didalam hidup seseorg, yg org tsb bisa menentukan hidupnya…….

Albert Doel: krn ‘segalanya Tuhan yg menentukan’………ttp hidup kita adalah juga pilihan kita juga……..

Albert Doel: nah kan makin pusing deh………

Steve Gaspersz: boleh. tapi aku ingin memberikan pandanganku sedikit. soal keselamatan itu memang banyak pandangan dan cukup bervariasi. biasanya pandangan kita tentang keselamatan turut ditentukan oleh ajaran-ajaran gereja (dogma) dimana kita menjadi anggotanya.

Albert Doel: pertanyaan2 tsb berkembang di sbuah milis……..

Albert Doel: drpada kita bimbang dgn berbagai argumen yg menonjoklkan aliran atau gereja tertentu, makanya aku pengin tau pandangan gereja kita thdp hal dmikian….

Steve Gaspersz: sebagian besar pandangan gereja2 kita tentang keselamatan biasanya bersumber dari tradisi reformasi lutheran yang kemudian dilanjutkan dan diinterpretasi lagi oleh calvin, zwingly, dan lain-lain.

Steve Gaspersz: dogma atau ajaran gereja itu bukan “wahyu” yang “tidak berubah”. dogma juga mengalami perubahan2 (ada yang gradual/bertahap, ada juga yang radikal/revolusioner).

Steve Gaspersz: luther sebenarnya ingin suatu reformasi yang gradual dalam ajaran gereja katolik. tetapi para reformator dan bapa2 gereja pada abad2 selanjutnya melakukan interpretasi/tafsir yang radikal atas ajaran luther. jadi yang berkembang adalah tafsir atas tafsir atas tafsir atas tafsir…dst…sampai zaman kita sekarang.

Steve Gaspersz: sulit untuk melacak mana ajaran yang murni tentang suatu pokok ajaran iman.

Steve Gaspersz: aku pernah dapat kuliah tentang sejarah tradisi pemikiran dan ajaran reformasi waktu belajar di Belanda tahun 2003 dari seorang profesor yang memang sudah puluhan tahun mempelajarinya. Awalnya cukup membosankan karena kami harus mempelajari teks-teks klasik dari para reformator dan bapa2 gereja abad2 pertengahan.

Steve Gaspersz: tapi kemudian dalam prosesnya aku sadar bahwa untuk satu pokok ajaran (misalnya “keselamatan”) saja sudah terjadi perdebatan panjang selama beberapa abad. Kesimpulan sementara, kita tidak bisa menentukan secara tegas mana yang benar. Jadi apa yang dikemukakan oleh teman2 itu harus dilihat sebagai interpretasi terhadap ajaran gereja yang sudah kita terima sejak kita masih kecil (jika memang dilahirkan dalam keluarga kristen).

Steve Gaspersz: itu baru pendahuluan lho…nah sekarang soal “keselamatan” yang didiskusikan oleh teman2 tadi.

Steve Gaspersz: tradisi reformasi lutheran dan calvinis memahami bahwa “keselamatan” itu tidak dapat hilang karena itu merupakan anugerah (pro-deo) alias gratis dari Tuhan. Dan sekali Tuhan memberikan keselamatan, Dia tidak mungkin menariknya kembali. Karena Tuhan itu setia dan konsisten dengan apa yang telah dijanjikanNya dan yang telah dilakukanNya.

Steve Gaspersz: manusia bisa menolak keselamatan itu dalam bentuk tidak ingin hidup sebagai orang2 yang diselamatkan. Jika manusia menolaknya, maka keselamatan itu dianggap tidak berlaku lagi bagi dirinya, BUKAN KARENA TUHAN MENGAMBILNYA, TETAPI KARENA MANUSIA MENOLAKNYA.

Steve Gaspersz: dari situlah kemudian berkembang pokok ajaran mengenai KEHENDAK BEBAS (free-will). Yang kemudian juga menjadi bahan perdebatan teologis baru.

Steve Gaspersz: tetapi ada aliran-aliran gereja yang tentu karena perkembangan pemahaman mereka sendiri juga melihat bahwa pemahaman seperti itu membuat manusia keenakan dan tidak bertanggung jawab. lalu mereka mengembangkan ajaran bahwa “keselamatan dari Tuhan bisa hilang karena ditarik lagi oleh Tuhan”. pemahaman semacam ini melihat hubungan manusia-Tuhan dalam perspektif “kontrak”.

Steve Gaspersz: jadi Tuhan sudah mengikat perjanjian dengan manusia (misalnya: Abraham, yang dalam PB dinyatakan dengan karya keselamatan Kristus). namanya kontrak, kalau satu pihak sudah gak setia, maka bubarlah ikatan kontrak itu. Dengan demikian, hilanglah keselamatan manusia.

Steve Gaspersz: soal siapa yang paling menentukan hidup kita, itu juga perdebatan klasik (yang masih relevan hingga kini) yang berkaitan dengan masalah free-will.

Steve Gaspersz: aku pribadi lebih melihatnya dalam hubungan dialogis antara manusia-Tuhan. kenapa? aku sangat terinspirasi oleh negosiasi Abraham kepada Tuhan ketika Tuhan hendak menghancurkan sodom/gomora. menurutku, cerita itu benar2 merefleksikan hubungan “partnership” antara manusia-Tuhan, sehingga manusia-Tuhan bisa berdialog tapi dengan tujuan yang pasti: MENYELAMATKAN KEMANUSIAAN.

Steve Gaspersz: so pasti, teman2 pasti punya pandangan yang berbeda mengenai hal itu. tapi daripada kita melihat Tuhan hanya sebagai “sosok” yang menakutkan dan suka menghukum, rasanya lebih baik memahami Tuhan sebagai roh yang mendorong kita untuk hidup dalam keterbukaan kepada perbedaan dan selalu mengutamakan percakapan dialogis dengan suatu tujuan yang lebih besar (bukan sekadar untuk kepentingan sendiri).

Steve Gaspersz: nah, gitu dulu deh bang…kalo dilanjutin bisa pingsan nih…mustinya abis diskusi gini harus ditraktir juice durian atau juice mangga karena rasanya tekanan darah sudah mulai ngedrop. hehehehe…

Albert Doel: ……jgn begitu donk bung, nanti kita jadi merasa ‘berdosa’ nih….

Albert Doel: thanks utk pemahaman awalnya ya……..

Albert Doel: mmg agak terbatas diskusinya krn lwt ym beda klo ketemu lsg ya………

Albert Doel: aku jg lg ol sm tmn2 kompa dki yg pusing masalah retreat mrk………





Tahun Baru – Masih ada yang baru?

4 01 2008


Tahun 2007 telah berlalu dengan seabrek pengalaman pahit-manis, sukses-gagal, suka-duka dll. Kita memang tidak melupakan begitu saja pengalaman-pengalaman tersebut. Dan memang, pengalaman-pengalaman itu (apapun wujudnya) tidak boleh kita lupakan, tetapi seharusnya terus menjadi api pemantik semangat untuk melihat menerobos kabut masa depan yang menyaput mata kita.

Masih kental dalam ingatan kita, dalam langkah-langkah awal memasuki tahun 2007 Jakarta lumpuh total terkepung dan “tenggelam” banjir bandang. Sejumlah bencana serupa terjadi pula di beberapa daerah di Indonesia. Bahkan, bangsa ini seolah-olah tak letih digempur oleh berbagai bencana – gempa bumi, tanah longsor, banjir, kebakaran dsb. Belum usai 2007, pada detik-detik pergantian tahun kita kembali mengelus dada dan nyaris tak mampu menitikkan air mata menyaksikkan bencana demi bencana masih terus akrab memeluk nyawa anak-anak negeri ini.

Pemimpin berganti, janji pun berbuih. Tetapi – seperti yang sudah-sudah – tak nampak apa yang bisa ditagih oleh rakyat. Memang, perubahan tidaklah sejenak bak mimpi semalam. Memang, kebobrokan tak mempan ditembus peluru hukum. Kita pun bisa mencari remah-remah alasan yang bisa mengenyangkan isi perut kehidupan kita untuk barang sejenak. Tetapi akankah perubahan (menjadi lebih baik, tentunya) hanya menjadi mitos baru yang melelapkan tidur kita di atas kasur dan bantal yang sudah basah dan bau karena tercelup kuyup dalam banjir dan longsor? Ataukah lebih baik mimpi-mimpi kita akan udara yang bersih dan lingkungan yang sehat (serta mimpi-mimpi lain) terkubur bersama tanah lempung becek yang longsor karena tidak ada lagi akar-akar pohon yang menyangganya?

Kita tidak boleh putus pengharapan – itu sudah pasti. Karena tantangan dan penderitaan tidak pernah lari dari realitas kemanusiaan kita. Pun, kita tidak pernah bisa kabur langkah seribu dari penderitaan dan tantangan. Pengharapan selalu membuat kita lebih optimis mengolah masa kini sebagai hasil pembelajaran atas masa lampau yang telah lewat dan perencanaan masa depan yang belum datang. Jika demikian, hidup ini memang adalah kontinuitas pemaknaan dan laku masa kini. Suatu pemaknaan abadi, karena masa kini itu ternyata terus berlangsung. Kita selalu berada dalam masa kini.

Menyambut tahun baru tidaklah terletak pada makna simbolik angka tahun yang bertambah. Menyambut tahun baru adalah keterbukaan pada masa kini yang baru secara kualitas. Itu berarti bahwa kita sedang memberi makna lagi dan lagi pada kekinian yang sedang dijalani. Yang lalu menjadi pelajaran, yang akan datang menjadi penantian, tetapi yang kini sedang dan terus dilakukan. Belajar dari sejarah sangat penting, tetapi terkungkung dalam kelampauan hanya akan melumpuhkan kehidupan. Optimis pada masa depan yang lebih baik adalah sesuatu yang menggairahkan, tetapi terlena dalam buaian mimpi-mimpi tanpa orientasi hanya membuat kita meriang karena terguyur semangat tanpa sengat. Yang tersisa kemudian hanyalah laku kini dan di sini. Artinya, perubahan adalah sekarang dan di tempat ini. Perubahan adalah eksistensiku dan konteksku, yang bergerak tanpa henti seirama hukum mentari yang terbit di timur dan terbenam di barat, sealunan air pasang-surut di laut. Tetapi jika hidup tak lagi seirama dengan alunan alam, benarkah kita sedang melakukan kekinian dan menyongsong keakanan yang lebih baik? Ataukah kita hanya menciptakan kerusakan-kerusakan karena yang baru dari eksistensi kemanusiaan kita yang ternyata bukan barang baru, yaitu kerakusan, yang telah memberangus persaudaraan kemanusiaan dengan semua ciptaan.

Karenanya menarik untuk merenungkan apa yang tertulis dalam Kitab Pengkhotbah 3:15 “Yang sekarang ada dulu sudah ada, dan yang akan ada sudah lama ada; dan Allah mencari yang sudah lalu.” Jika dapat ditafsir secara sederhana, teks ini menunjuk pada suatu kenyataan bahwa sebenarnya tidak ada yang baru dalam gerak zaman. Lihat saja perkembangan mode busana dalam setiap tren tahunan. Zaman bergerak maju tetapi mode of thought seolah bergerak melingkar kembali kepada kelampauan. Dengan demikian, soalnya tentu bukan pada mode of performance tetapi pada mode of thought itu tadi. Atau dengan perkataan lain, yang berubah semestinya bukan tampilan fisik, tetapi performa kualitatif yang menyentuh ranah lahir maupun batin.

Di dalam tahun yang “baru”, kita tentu akan banyak membuang barang-barang lama dan menggantikannya dengan yang baru, yang lebih canggih. Namun, jauh dari itu semua, sebenarnya tahun yang baru juga memberi kita kesempatan untuk membangun sebuah moralitas baru (new morality) dalam setiap aspek kehidupan di dunia yang tidak pernah baru ini. Moralitas baru bukanlah sebentuk kesalehan baru, tetapi sebuah cara pandang baru dalam melihat hidup sendiri, hidup bersesama, hidup berdunia dan hidup bertuhan. Semuanya itu merupakan satu kesatuan yang membentuk jati diri kita sebagai manusia. Kualitas kemanusiaan kita makin tereduksi jika keutuhan kemanusiaan hanya terpola pada bentuk lahiriah semata. Bukannya itu tidak penting, tetapi itu bukanlah yang terpenting. Karena signifikansi terletak hanya pada kekuatan relasional antara yang lahir dan batin, moralitas itu.

Semoga tahun 2008 kita selamat!